Pengertian Bid'ah dan Macam-Macam Bid'ah
Selasa, 06 Maret 2018
Add Comment
Sebelum masuk kepembahasan makna/ pengertian bid'ah dan macam-macamnya, silahkan anda baca terlebih dulu 2 buah dalil berikut:
Hadits Pertama:
Hadits Kedua:
Pendapat Imam asy-Syathibi54:
Definisi lain,
Pendapat Imam al-‘Izz bin Abdissalam:
Pendapat Imam an-Nawawi:
Pendapat al-Hafizh Ibnu Hajar al-‘Asqalani:
Bid’ah Tidak Bisa Dibagi. Benarkan?
Seperti yang disebutkan para ulama di atas, semua sepakat bahwa Bid’ah adalah apa saja yang tidak ada pada zaman Rasulullah Saw. Jika demikian maka mobil adalah bid’ah, maka kita mesti naik onta. Tentu orang yang tidak setuju akan mengatakan, “Mobil itu bukan ibadah, yang dimaksud Bid’ah itu adalah masalah ibadah”. Dengan memberikan jawaban itu, sebenarnya ia sedang membagi bid’ah kepada dua: bid’ah urusan dunia dan bid’ah urusan ibadah. Bid’ah urusan dunia, boleh. Bid’ah dalam ibadah, tidak boleh.
Kalau bid’ah bisa dibagi menjadi dua; bid’ah urusan dunia dan bid’ah urusan ibadah,
mengapa bid’ah tidak bisa dibagi kepada bid’ah terpuji dan bid’ah tercela?!
Oleh sebab itu para ulama membagi bid’ah kepada dua, bahkan ada yang membaginya menjadi lima.
Berikut pendapat para ulama, sebagiannya berasal dari kalangan Salaf (tiga abad pertama Hijrah):
Pembagian Bid’ah Menurut Imam Syafi’i (150 – 204H):
Imam Syafi’i berkata,
“Bid’ah itu terbagi dua: Bid’ah Mahmudah (terpuji) dan Bid’ah Madzmumah (tercela).
Jika sesuai dengan Sunnah, maka itu Bid’ah Mahmudah. Jika bertentangan dengan Sunnah, maka itu Bid’ah Madzmumah Disebutkan oleh Abu Nu’aim dengan maknanya dari jalur riwayat Ibrahim bin al-Junaid dari Imam Syafi’i.
Kretria Pembagian Bid’ah Mahmudah (terpuji) dan Bid’ah Madzmumah (tercela) Menurut Imam Syafi’i:
Juga dari Imam Syafi’i, diriwayatkan oleh Imam al-Baihaqi dalam Manaqib Imam Syafi’i, “Bid’ah itu terbagi dua:
Perkara yang dibuat-buat, bertentangan dengan al-Qur’an, atau Sunnah, atau Atsar, atau Ijma’, maka itu Bid’ah Dhalal (bid’ah sesat)
Perkara yang dibuat-buat, dari kebaikan, tidak bertentangan dengan al-Qur’an, Sunnah, Atsar dan Ijma’, maka itu Bid’ah Ghair Madzmumah (bid’ah tidak tercela)61.
Kretria Pembagian Bid’ah Menurut al-Hafizh Ibnu Hajar al-‘Asqalani:
Al-Hafizh Ibnu Hajar al-‘Asqalani menyebut dua kali dengan dua istilah berbeda:
Hadits Pertama:
عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللََِّّ قَالَ كَانَ رَسُولُ اللََّّ صَلَّى اللََُّّ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا خَطَبَ احْمَرَّتْ عَيْنَاهُ وَعَلَا صَوْتُهُ وَاشْتَدَّ غَضَبُهُ حَتَّى كَأنََّهُ
مُنْذِرُ جَيْشٍ يَقُولُ صَبَّحَكُمْ وَمَسَّاكُمْ وَيَقُولُ بُعِثْتُ أنََا وَالسَّاعَةُ كَهَاتيَْنِ وَيَقْرُنُ بَيْنَ إِصْبَع يْهِ الس بَّابَةِ وَالْوُسْطَى وَيَقُولُ أَمَّا بَعْدُ فَإِنَّ
خَيْرَ الْحَدِيثِ كِتَابُ اللََِّّ وَخَيْرُ الْهُدَى هُدَى مُحَمَّدٍ وَشَرُّ الْأُمُورِ مُحْدَثَاتهَُا وَكُلُّ بِدْعَةٍ ضَلاَ لَة
Dari Jabir bin Abdillah. Ia berkata, “Ketika Rasulullah Saw menyampaikan khutbah, kedua matanya memerah, suaranya keras, marahnya kuat, seakan-akan ia seorang pemberi peringatan pada pasukan perang, Rasulullah Saw bersabda, “Dia yang telah menjadikan kamu hidup di waktu pagi dan petang”. Kemudian Rasulullah Saw bersabda lagi, “Aku diutus, hari kiamat seperti ini”. Rasulullah Saw mendekatkan dua jarinya; jari telunjuk dan jari tengah. Kemudian Rasulullah Saw berkata lagi, “Amma ba’du (adapun setelah itu), sesungguhnya sebaik-baik cerita adalah kitab Allah (al-Qur’an). Sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Muhammad. Seburuk-buruk perkara adalah perkara yang dibuat-buat. Dan tiap-tiap perkara yang dibuat-buat itu dhalalah (sesat)”. (HR. Muslim).Hadits Kedua:
عَنْ الْعِرْبَاضِ بْنِ سَارِيَةَ قَالَ وَعَظَنَا رَسُولُ اللََِّّ صَلَّى اللََُّّ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَوْمًا بَعْدَ صَلَاةِ الْغَدَاةِ مَوْعِظَةً بَلِيغَةً ذَرَفَتْ مِنْهَا الْعُيُونُ
وَوَجِلَتْ مِنْهَا الْقُلُوبُ فَقَالَ رَجُلٌ إِنَّ هَذِهِ مَوْعِظَةُ مُوَ دعٍ فَمَاذَا تعَْهَدُ إِلَيْنَا يَا رَسُولَ اللََّّ قَالَ أُوصِيكُمْ ب تَقْوَى اللََِّّ وَالسَّمْاِ وَالطَّاعَةِ
وَإِنْ عَبْدٌ حَبَشِيٌّ فَإِنَّهُ مَنْ يَعِشْ مِنْكُمْ يَرَى اخْتِلَافًا كَثِيرًا وَإِيَّاكُمْ وَمُحْدَثاَتِ الْأُمُورِ فَإِن هَا ضَلاَلَةٌ فَمَنْ أَدْرَكَ ذَلِكَ مِنْكُمْ فَعَلَيْهِ بِسُنَّتِي
وَسُنَّةِ الْخُلَعَاءِ الرَّاشِدِينَ الْمَهْدِي ينَ عَضُّوا عَلَيْهَا بِالنَّوَاجِذِ
Dari al-‘Irbadh bin Sariyah, ia berkata, “Rasulullah Saw suatu hari memberikan nasihat kepada kami setelah shalat Shubuh, nasihat yang sangat menyentuh, membuat air mata menetes dan hati bergetar. Seorang laki-laki berkata, “Sesungguhnya ini nasihat orang yang akan pergi jauh, apa yang engkau pesankan kepada kami wahai Rasulullah”. Rasulullah Saw menjawab, “Aku wasiatkan kepada kamu agar bertakwa kepada Allah. Tetap mendengar dan patuh, meskipun kamu dipimpin seorang hamba sahaya berkulit hitam. Sesungguhnya orang yang hidup dari kamu akan melihat banyak pertikaian. Jauhilah perkara yang dibuat-buat, sesungguhnya perkara yang dibuat-buat itu dhalalah (sesat). Siapa yang mendapati itu dari kalian, maka hendaklah ia berpegang pada sunnahku dan sunnah Khulafa’ Rasyidin yang mendapat hidayah. Gigitlah dengan gigi geraham”. (HR. Abu Daud, at-Tirmidzi dan Ibnu Majah).Pendapat Imam asy-Syathibi54:
طريقة في الدين مخترعة تضاهي الشرعية يقصد بالسلوك عليها المبالغة في التعبد لله سبحانه
Suatu cara/kebiasaan dalam agama Islam, cara yang dibuat-buat, menandingi syariat Islam, tujuan melakukannya adalah sikap berlebihan dalam beribadah kepada Allah Swt.Definisi lain,
البدعة طريقة في الدين مخترعة تضاهي الشرعية يقصد بالسلوك عليها ما يقصد بالطريقة الشرعية
Bid’ah adalah suatu cara/kebiasaan dalam agama Islam, cara yang dibuat-buat, menandingi syariat Islam, tujuan melakukannya seperti tujuan melakukan cara dalam syariat Islam.Pendapat Imam al-‘Izz bin Abdissalam:
البدعة فعل ما لم يعهد في عصر رسول الله صلى الله عليه وسلم.
Bid’ah adalah perkara yang tidak pernah dilakukan pada masa Rasulullah SAW.Pendapat Imam an-Nawawi:
قال أهل اللغة هي كل شيء عمل على غير مثال سابق
Para ahli bahasa berkata, bid’ah adalah semua perbuatan yang dilakukan, tidak pernah ada contoh sebelumnya.Pendapat al-Hafizh Ibnu Hajar al-‘Asqalani:
كل شيء أحدث على غير مثال يسمى بدعة سواء كان محمودا أو مذموما
Segala sesuatu yang dibuat-buat tanpa ada contoh sebelumnya disebut bid’ah, apakah itu terpuji ataupun tercela.Semuanya sepakat bahwa bid’ah adalah perkara yang dibuat-buat, tanpa ada contoh sebelumnya, tidak diucapkan atau dilakukan Rasulullah Saw.
Bid’ah Tidak Bisa Dibagi. Benarkan?
Seperti yang disebutkan para ulama di atas, semua sepakat bahwa Bid’ah adalah apa saja yang tidak ada pada zaman Rasulullah Saw. Jika demikian maka mobil adalah bid’ah, maka kita mesti naik onta. Tentu orang yang tidak setuju akan mengatakan, “Mobil itu bukan ibadah, yang dimaksud Bid’ah itu adalah masalah ibadah”. Dengan memberikan jawaban itu, sebenarnya ia sedang membagi bid’ah kepada dua: bid’ah urusan dunia dan bid’ah urusan ibadah. Bid’ah urusan dunia, boleh. Bid’ah dalam ibadah, tidak boleh.
Kalau bid’ah bisa dibagi menjadi dua; bid’ah urusan dunia dan bid’ah urusan ibadah,
mengapa bid’ah tidak bisa dibagi kepada bid’ah terpuji dan bid’ah tercela?!
Oleh sebab itu para ulama membagi bid’ah kepada dua, bahkan ada yang membaginya menjadi lima.
Berikut pendapat para ulama, sebagiannya berasal dari kalangan Salaf (tiga abad pertama Hijrah):
Pembagian Bid’ah Menurut Imam Syafi’i (150 – 204H):
Imam Syafi’i berkata,
“Bid’ah itu terbagi dua: Bid’ah Mahmudah (terpuji) dan Bid’ah Madzmumah (tercela).
Jika sesuai dengan Sunnah, maka itu Bid’ah Mahmudah. Jika bertentangan dengan Sunnah, maka itu Bid’ah Madzmumah Disebutkan oleh Abu Nu’aim dengan maknanya dari jalur riwayat Ibrahim bin al-Junaid dari Imam Syafi’i.
Kretria Pembagian Bid’ah Mahmudah (terpuji) dan Bid’ah Madzmumah (tercela) Menurut Imam Syafi’i:
Juga dari Imam Syafi’i, diriwayatkan oleh Imam al-Baihaqi dalam Manaqib Imam Syafi’i, “Bid’ah itu terbagi dua:
Perkara yang dibuat-buat, bertentangan dengan al-Qur’an, atau Sunnah, atau Atsar, atau Ijma’, maka itu Bid’ah Dhalal (bid’ah sesat)
Perkara yang dibuat-buat, dari kebaikan, tidak bertentangan dengan al-Qur’an, Sunnah, Atsar dan Ijma’, maka itu Bid’ah Ghair Madzmumah (bid’ah tidak tercela)61.
Kretria Pembagian Bid’ah Menurut al-Hafizh Ibnu Hajar al-‘Asqalani:
Al-Hafizh Ibnu Hajar al-‘Asqalani menyebut dua kali dengan dua istilah berbeda:
- Pertama: Bid’ah Hasanah – Bid’ah Mustaqbahah – Bid’ah Mubah.
- Berdasarkan penelitian, jika bid’ah itu tergolong dalam perkara yang dianggap baik menurut syariat Islam, maka itu disebut Bid’ah Hasanah.
- Jika tergolong dalam sesuatu yang dianggap buruk menurut syariat Islam, maka itu disebut Bid’ah Mustaqbahah (bid’ah buruk).
- Jika tidak termasuk dalam kedua kelompok ini, maka termasuk Mubah62.
- Kedua, Bid’ah Hasanah – Bid’ah Dhalalah – Bid’ah Mubah.
- Jika perbuata itu sesuai dengan Sunnah, maka itu adalah Bid’ah Hasanah.
- Jika bertentangan dengan Sunnah, maka itu adalah Bid’ah Dhalalah.
- Itulah yang dimaksudkan.
Oleh sebab itu bid’ah dikecam.
Jika tidak sesuai dengan Sunnah dan tidak pula bertentangan dengan Sunnah,
maka hukum asalnya adalah Mubah.
Dasar Pembagian Bid’ah Menurut Imam an-Nawawi:
Hadits yang berbunyi,
كل محدثة بدعة وكل بدعة ضلالة
“Semua perkara yang dibuat-buat itu adalah bid’ah dan setiap yang bid’ah itu sesat”.
Hadits ini bersifat umum. Dikhususkan oleh hadits lain yang berbunyi:
من سن في الاسلام سنة حسنة فله أجرها
“Siapa yang membuat tradisi yang baik dalam Islam, maka ia mendapatkan balasan pahalanya”.
Yang dimaksud dengan bid’ah dhalalah dalam hadit pertama adalah:
المحدثات الباطلة والبدع المذمومة
Perkara diada-adakan yang batil dan perkara dibuat-buat yang tercela.
Sedangkan bid’ah itu sendiri dibagi lima: bid’ah wajib, bid’ah mandub, bid’ah haram, bid’ah makruh dan bid’ah mubah.
Teks lengkapnya:
من سن في الاسلام سنة حسنة فله أجرها ( إلى آخره
وفي هذا الحديث تخصيص قوله صلى الله عليه و سلم كل محدثة بدعة وكل بدعة ضلالة وأن المراد به المحدثات الباطلة
والبدع المذمومة وقد سبق بي ان هذا في كتاب صلاة الجمعة وذكرنا هناك أن البدع خمسة أقسام واجبة ومندوبة ومحرمة
ومكروهة ومباحة 64.
Tapi ada hadits menyebut, “Semua bid’ah itu sesat”, apa maksudnya?
Imam an-Nawawi menjawab,
قوله صلى الله عليه و سلم وكل بدعة ضلالة هذا عام مخصوص والمراد غالب البدع
Sabda Rasulullah Saw, “Semua bid’ah itu sesat”, ini kalimat yang bersifat umum, tapi dikhususkan. Maka maknanya, “Pada umumnya bid’ah itu sesat”.
Bid’ah Dibagi Lima:
Pendapat Imam al-‘Izz bin Abdissalam:
- Bid’ah adalah perbuatan yang tidak pernah dilakukan pada masa Rasulullah Saw.
- Bid’ah terbagi kepada: wajib, haram, mandub (anjuran), makruh dan mubah.
Cara untuk mengetahuinya, bid’ah tersebut ditimbang dengan kaedah-kaedah syariat Islam.
- Jika bid’ah tersebut masuk dalam kaedah wajib, maka itu adalah bid’ah wajib.
- Jika masuk dalam kaedah haram, maka itu bid’ah haram.
- Jika masuk dalam kaedah mandub, maka itu bid’ah mandub.
- Jika masuk dalam kedah makruh, maka itu bid’ah makruh.
- Jika masuk dalam kaedah mubah, maka itu bid’ah mubah.
Contoh bid’ah wajib: pertama, sibuk mempelajari ilmu Nahwu (gramatikal bahasa Arab) untuk memahami al-Qur’an dan sabda Rasulullah Saw. Itu wajib karena untuk menjaga syariat itu wajib. Syariat tidak mungkin dapat dijaga kecuali dengan mengetahui bahasa Arab. Jika sesuatu tidak sempurna karena ia, maka ia pun ikut menjadi wajib. Contoh kedua, menghafal gharib (kata-kata asing) dalam al-Qur’an dan Sunnah. Contoh ketiga, menyusun ilmu Ushul Fiqh. Contoh keempat, pembahasan al-Jarh wa at-Ta’dil untuk membedakan shahih dan saqim(mengandung penyakit). Kaedah-kaedah syariat Islam menunjukkan bahwa menjaga syariat Islam itu fardhu kifayah pada sesuatu yang lebih dari kadar yang tertentu. Penjagaan syariat Islam tidak akan terwujud kecuali dengan menjaga perkara-perkara di atas.
Contoh bid’ah haram: mazhab Qadariyyah (tidak percaya kepada takdir), mazhab Jabariyyah (berserah kepada takdir), mazhab Mujassimah (menyamakan Allah dengan makhluk). Menolak mereka termasuk perkara wajib.
Contoh bid’ah mandub (anjuran): membangun prasarana jihad, membangun sekolah dan jembatan. Semua perbuatan baik yang belum pernah ada pada masa generasi awal Islam. Diantaranya: shalat Tarawih, pembahasan mendetail tentang Tashawuf. Pembahasan ilmu debat dalam semua aspek untuk mencari dalil dalam masalah-masalah yang tujuannya untuk mencari ridha Allah Swt.
Contoh bid’ah makruh: hiasan pada masjid-masjid. Hiasan pada mush-haf al-Qur’an. Adapun melantunkan al-Qur’an sehingga lafaznya berubah dari kaedah bahasa Arab, maka itu tergolong bid’ah haram.
Contoh bid’ah mubah: bersalaman setelah selesai shalat Shubuh dan ‘Ashar. Menikmati yang nikmat-nikmat; makanan, minuman, pakaian, tempat tinggal, memakai jubah pakaian kebesaran dan melebarkan lengan baju. Ulama berbeda pendapat dalam masalah ini, sebagian ulama menjadikan ini tergolong bid’ah makruh, sebagian lain menjadikannya tergolong ke dalam perbuatan yang telah dilakukan sejak zaman Rasulullah Saw dan masa setelahnya, sama seperti isti’adzah (mengucapkan a’udzubillah) dan basmalah (mengucapkan bismillah) dalam shalat.
Imam an-Nawawi Menyetujui Pembagian Bid’ah Menjadi Lima:
قال العلماء البدعة خمسة أقسام واجبة ومندوبة ومحرمة ومكروهة ومباحة فمن الواجبة نظم أدلة المتكلمين للرد على
الملاحدة والمبتدعين وشبه ذلك ومن المندوبة تصنيف كتب العلم وبناء المدارس والربط وغير ذلك ومن المباح التبسط في
ألوان الأطعمة وغير ذلك والحرام والمكروه ظاهران
Para ulama berpendapat bahwa bid’ah itu terbagi lima: wajib, mandub, haram, makruh dan mubah.
Contoh bid’ah wajib: menyusun dalil-dalil ulama ahli Kalam untuk menolak orang-orang atheis, pelaku bid’ah dan sejenisnya.
Contoh bid’ah mandub: menyusun kitab-kitab ilmu, membangun sekolah-sekolah, prasarana jihad dan sebagainya.
Contoh bid’ah mubah: menikmati berbagai jenis makanan dan lainnya. Sedangkan contoh bid’ah haram dan makruh sudah jelas.
Al-Hafizh Ibnu Hajar al-‘Asqalani Menyetujui Pembagian Bid’ah Menjadi Lima:
وقد تنقسم إلى الأحكام الخمسة
Bid’ah terkadang terbagi ke dalam hukum yang lima (wajib, mandub, haram, makruh dan mubah)
Diambil dari Buku 37 Masalah Populer Karangan Ustadz Abdul Somad.
0 Response to "Pengertian Bid'ah dan Macam-Macam Bid'ah"
Posting Komentar